Senin, 13 April 2015

Aspek Ekonomi, Politik , Seni Dan Religiusitasnya: Negara Italy , Jepang,Jerman



Aspek Ekonomi, Politik , Seni Dan Religiusitasnya: Negara Italy , Jepang,Jerman
Hubungan Internasional Pasca Perjanjian Westphalia
            Tak dapat dipungkiri, Perjanjian Westphalia berperan sangat besar dalam dunia hubungan internasional. Walau sesungguhnya hubungan internasional itu sendiri telah dilakukan jauh sebelum Perjanjian Westphalia lahir, namun, peran Perjanjian Westphalia yang salah satunya adalah melahirkan konsep negara teritorial, tetap hingga saat ini luar biasa peranannya dalam dunia internasional. Terhitung sejak lahirnya Perjanjian Westphalia, perkembangan dunia hubungan internasional sendiri khusunya, terus bergerak semakin cepat. Kedaulatan negara diakui, kepentingan nasional mendasari interaksi demi interaksi antar negara. Karena sifat dasar manusia yang cenderung tidak pernah puas, kepentingan nasional negara mulai beralih kepada keinginan untuk menguasai dan bukan dikuasai. Pada abad ke-17, kolonialisme mulai marak dilakukan khususnya oleh negara-negara bangsa Eropa. Kolonialisme berlangsung semakin tidak terkendali, sehingga hubungan internasional yang terjadi antar negara-negara waktu itu ialah identik tentang peperangan dan perdamaian. Hal ini kemudian terus berlanjut, dan mencapai puncaknya pada Perang Dunia 1 dan 2.

Perang Dunia, Perang Dingin, dan Hubungan Internasional
            Perang Dunia mengambil peran penting dalam sejarah perkembangan hubungan internasional. Hal ini dikarenakan, perang dunia dapat dikatakan sebagai akibat dari sistem kolonialisme. Selain itu, perang dunia juga turut mengambil bagian dalam munculnya istilah nasionalisme, serta bagaimana kemudian hal tersebut menjadi salah satu dari beberapa unsur penting dalam Ilmu Hubungan Internasional.
            Meletusnya Perang Dunia I diawali dengan terbunuhnya Pangeran Ferdinand dari Austria, yang kemudian terus berujung hingga perang. Perang tersebut terselesaikan setelah adanya perjanjian Versailles. Tetapi, perjanjian tersebut tidaklah benar-benar menyelesaikan konflik yang ada melainkan justru membuat masalah baru. Perjanjian Versailles sepenuhnya berisi hal-hal yang merugikan Jerman. Negara Jerman diharuskan menanggung seluruh kerugian akibat perang tersebut, selain itu kekuatan militernya pun dibatasi. Tidak ada perkembangan ekonomi bagi Jerman. Krisis inilah yang akhirnya membuat rakyat Jerman sadar akan sebuah nasionalisme. Hal tersebut tidak hanya dirasa oleh Jerman, karena trauma pasca perang juga dialami oleh berbagai negara di dunia. Politik ekstrim yang timbul membuat negara Jerman, Jepang dan Italia condong pada paham fasisme. Di Jerman, pemimpin semangat nasionalisme ini adalah Adolf Hittler. Paham fasisme muncul di Italia oleh Benito Mussolini dan di Jepang oleh Hirohito. Ketiga negara tersebut membentuk sebuah blok, blok timur, yang berujung lagi pada perang raksasa, Perang Dunia II.
            Jerman dengan semangat nasionalismenya yang dipimpin oleh Adolf Hittler menolak keras perjanjian Versailes karena dianggap merugikan negara Jerman. Gerakan nasionalisme Jerman disebut Nazi. Target pertama Jerman adalah Polandia yang diserang pada tahun 1939. Akibatnya, meletuslah Perang Dunia II yang jauh lebih besar daripada Perang Dunia I. Perang Dunia II merupakan perang yang melibatkan 2 aliansi, yaitu: blok timur dan blok barat. Blok timur terdiri dari Jerman, Italia dan Jepang. Sedangkan blok barat terdiri dari tentara sekutu yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Perang Dunia II berakhir setelah Jepang menyerah pada Amerika Serikat pada tanggal 14 Agustus 1945.
            Berakhirnya Perang Dunia II, memunculkan fenomena baru yaitu, negara super power. Negara tersebut adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara tersebut berperan sangat penting dalam menjalankan kekuatan dunia dan stabilitas dunia. Keduanya sama-sama berebut untuk menjadi yang paling unggul di dunia internasional. Dengan kekuatan yang sangat kuat, Amerika Serikat dengan paham liberalismenya dan Uni Soviet dengan paham komunismenya, menjadi pusat utama kekuatan dunia. Konflik yang terjadi pada Amerika Serikat dan Uni Soviet ini berujung pada Perang Dingin. Berakhirnya Perang Dingin ditandai dengan banyaknya negara yang memisahkan diri dari Uni Soviet, yang kemudian membuat Uni Soviet pun mengalami kegagalan sistem politik. Paham Komunisme oleh Uni Soviet dianggap tidak dapat memajukan sistem kapitalisme. Dengan hancurnya Uni Soviet maka sistem kapitalisme pun berkembang pesat dan Amerika Serikat berdiri sebagai negara super power satu-satunya.
            Ketiga peristiwa bersejarah ini membawa dampak luar biasa dalam hubungan internasional. Baik Perang Dunia, maupun Perang Dingin, Keduanya sama-sama berperan dalam perkembangan Ilmu Hubungan Internasional yang saat ini dipelajari oleh penstudi. Salah satu hal yang paling nampak dipengaruhi oleh Perang Dunia dan Perang Dingin ialah, nasionalisme. Pasca Perang Dunia dan Perang Dingin, nasionalisme makin akrab tertangkap oleh telinga dan terdengar. Nasionalisme menjadi isu yang dibahas dimana-mana, lebih lagi semenjak Nazi melakukan pembantaian luar biasa terhadap kaum Yahudi atas alasan nasionalisme. Setelah Perang Dunia II berakhir, semangat nasionalisme terus tumbuh, khususnya di negara-negara terjajah, yang kemudian mendorong banyak negara di Asia dan Afrika untuk merdeka.

Peristiwa 11 September 2011
            Beberapa dekade kemudian, kestabilan dunia kembali terancam setelah pada 11 September 2001, terjadi pengeboman gedung WTC di Amerika Serikat oleh kelompok teroris asal Iraq, al-Qaeda. Penyerangan terhadap Amerika Serikat tersebut diduga didorong oleh kebencian pelaku kepada Amerika Serikat, lantaran Amerika Serikat hadir sebagai pihak yang membantu Israel. Peristiwa pengeboman itu kemudian menjadi alasan untuk Amerika Serikat kembali mengibarkan bendera perang dan melakukan penyerangan terhadap Iraq. Selain bahwa peristiwa ini memakan ribuan korban, faktor bahwa Amerika Serikat merupakan negara super power, juga membuat peristiwa ini kemudian menjadi kajian menarik dalam Ilmu Hubungan Internasional. Peristiwa penyerangan terhadap Amerika Serikat ini kemudian kembali mendorong Amerika Serikat untuk menyatakan perang secara terbuka dengan Iraq, dengan kemudian mengirimkan pasukan bersenjata ke Iraq, yang pasca berakhirnya Perang Dingin dan lahirnya PBB, hampir dapat dikatakan sudah sangat minim terjadi. 
Pergerakan Sistem Internasional
Setelah berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1989 dan diikuti dengan runtuhnya komunisme di Eropa Timur sekaligus jatuhnya USSR (Union Soviet of Socialist Republics) pada tahun 1991,  tidak bisa dilepaskan bahwa hal-hal tersebut berdampak pada munculnya beberapa pergolakan dan perubahan yang berujung pada terbentuknya suatu sistem internasional baru dunia. Namun, ini tidak berarti sistem internasional yg baru tidak berhubungan sama sekali dengan apa yang sudah ada dan sudah terjadi sebelumnya. Sistem internasional yang baru sesungguhnya terbentuk dari interaksi antara apa yang ada dan terjadi sekarang dengan apa yang terjadi di masa lampau serta antara warisan sejarah yang problematik dengan kekuatan-kekuatan baru yang mulai muncul (Cox, 2001). Seperti misalnya Amerika Serikat yang tetap menjadi negara super power walaupun telah melewati berbagai fase dan periode pergolakan dunia, Eropa yang masih sama seperti sebelumnya masih dilanda krisis integrasi, dan sebagainya.
Dengan runtuhnya komunisme, dinamika baru bagi sistem internasional yakni berkembangnya kapitalisme, kembali muncul. Sebelumnya, ketika komunisme masih ada,  komunisme dianggap sebagai penghalang kapitalis, dan kapitalisme terbatasi oleh jangkauan geografi karena adanya negara-negara penganut komunis. Di era geo-ekonomi sekarang ini, perubahan karakter sistem politik dan ekonomi internasional maupun domestik tidak terelakkan (Cox, 2001). Hal ini dapat dilihat selama Perang Dingin politik di negara-negara barat selalu berkaitan dengan hubungan negara-negara tersebut dengan Uni Soviet. Namun setelah Perang Dingin berakhir dan diiringi dengan jatuhnya USSR, fokus negara-negara tersebut beralih ke ekonomi global dunia dan bagaimana mereka dapat bertahan dan berhasil di dalamnya. 
Selain berkembangnya kapitalisme, pembaharuan hegemoni Amerika Serikat juga menjadi dinamika baru setelah berakhirnya Perang Dingin dan jatuhnya USSR. Berkembang pesatnya ekonomi yang berkepanjangan di Amerika Serikat dan structural power yang dimiliki oleh Amerika Serikat membuat negara ini menjadi negara adidaya dan kunci dari politik dunia (Cox, 2001). Structural power yang dimaksud disini adalah aspek-aspek fundamental yang memperkuat negara. Kekuatan militer dan kekuatan ekonomi yang bila dikombinasikan bisa menjadi suatu kekuatan yang besar, sumber daya manusia yang berkualitas serta kekuatan mata uang dollar adalah aspek-aspek yang memperkuat Amerika Serikat. Amerika serikat dengan pengaruh kuatnya sering berperan seperti wasit dalam berbagai konflik internasional seperti misalnya mendesak negara-negara yang sedang berkonflik untuk melakukan perjanjian. Hal ini dapat dilihat dari turut andilnya Amerika Serikat dalam usaha negosiasi 2 petinggi Korea, yakni Korea Selatan dan Korea Utara pada tahun 2000 setelah selama hampir 50 tahun terjadinya perang dingin antara 2 pihak tersebut. 
Sementara Amerika Serikat semakin berjaya dengan posisinya, di lain pihak post-communist Rusia berjuang mengatasi krisis yang dialaminya sejak pecah dan runtuhnya USSR. Kegagalan Russia dalam transisi sistem dalam negerinya pasca pecahnya USSR dan jatuhnya komunisme merupakan hal - hal yang menyebabkan semakin melemahnya kekuatan dan pengaruh Russia bagi dunia internasional. Hal ini berketerbalikan dengan apa yang terjadi di China. China yang dikenal juga sebagai salah satu negara komunis semakin berkembang dan maju dalam sistem perekonomian dunia. Hal ini dikarenakan China berhasil dalam sistem perekonomiannya yang mengkombinasikan komunisme dan kapitalisme. China berubah menjadi saingan baru Amerika Serikat dan menjadi fokus dari policy-makers Amerika Serikat.
Dinamika baru hubungan internasional pasca Perang Dingin tidak hanya tentang hegemoni Amerika Serikat dan kemajuan China. Di akhir Perang Dingin ternyata menghasilkan hasil yang kontradiksi di negara-negara yang belum berkembang. Adanya gap yang luas antara negara-negara kaya di belahan bumi utara dengan negara-negara miskin di belahan bumi selatan menjadi kontradiksi di dinamika hubungan internasional pasca Perang Dingin. Perkembangan yang tidak merata di bidang ekonomi dapat memunculkan berbagai permasalahan baru seperti contohnya masyarakat miskin dapat melakukan pergerakan yang ditujukan pada negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika Serikat melalui aksi terorisme.
Peristiwa di Masa Lampau dan Pengaruhnya
            Berbagai pergolakan internasional yang ada diatas berimplikasi pada perubahan-perubahan dalam tatanan dan sistem internasional. Perubahan-perubahan ini merupakan suatu dinamika yang mengembangkan hubungan internasional itu sendiri. Hubungan yang berwujud perang, kerjasama dengan beraliansi, dan sebagainya merupakan fenomena-fenomena dalam hubungan internasional, yang terus berkembang seiring berjalannya waktu dan keadaan.. Hubungan internasional semakin berkembang tidak lagi hanya berbicara mengenai masalah politik dan keamanan, tetapi juga tentang ekonomi, HAM, lingkungan, bahkan hal-hal radikal seperti teroris. Bahwa dewasa ini, Ilmu Hubungan Internasional, mengkaji hal-hal yang tak hanya tentang perdamaian dan perang, bahkan terus meluas, adalah karena perkembangan jaman dan perubahan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari dunia itu sendiri. Peristiwa-peristiwa seperti Perang Dunia, Perang Dingin, dan Serangan 11 September 2001, selalu membawa pelajaran dan hal baru bagi pengkaji studi Ilmu Hubungan Internasional. Bahwa perkembangan dunia ini sifatnya dinamis, dan akan terus bergerak dan berubah, maka adalah penting untuk mengkaji peristiwa-peristiwa yang terjadi di tingkat internasional, untuk mengetahui perkembangan dan apa yang harus dilakukan untuk akhirnya mencapai perdamaian abadi bagi seluruh negara di dunia.

KEADAAN PANCAGATRA DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA

KEADAAN PANCAGATRA DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA
 
Indonesia adalah negara besar dilihat dari jumlah penduduk maupun luas wilayahnya dan jumlah pulaunya. Indonesia mempunyai penduduk lebih dari 210 juta jiwa dan mempunyai 17 ribu lebih pulau. Betapa sulitnya menjaga dan merawat pulau sebanyak itu. Jangankan merawat memberi nama saja tidak mudah. Banyak pulau-pulau di Indonesia yang masih belum memiliki nama. Betapapun berat tugas merawat dan menjaga Indonesia Raya itu Pemerintah dan segenap komponen bangsa harus tetap berkomitmen untuk melaksanakannya demi keutuhan NKRI.

Untuk menjaga keutuhan NKRI tidaklah mudah, banyak masalah-masalah baik intern maupun ekstern dalam usaha menjaga keutuhan NKRI.[1] Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan yang krusial dalam NKRI karena ancaman-ancaman dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Pada tahun 2002, Indonesia telah  kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang berubah status menjadi wilayah Negara Malaysia. Tahun 2005 wilayah Ambalat, dan akhir-akhir ini pada tahun 2011 juga dengan kasus yang sama juga yaitu persengketaan Camar Bulan, Kalimantan Barat.

Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin terjadi. Namun beberapa melihat banyaknya kasus dan ancaman keamanan yang terjadi di wilayah perbatasan negara, seperti sengketa perbatasan, penyelundupan dan pelanggaran kedaulatan, tampaknya terdapat sejumlah persoalan di sana. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan negara hanya menjadi salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama dalam hal mempengaruhi kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki wilayah berbatasan langsung. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak masalah-masalah sosial lain yaitu keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, ideologi, pertahanan dan keamanan. Atau disingkat dengan Pancagatra.

Dalam mini paper ini akan menganalisa tinjauan keadaan Pancagatra yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia secara detail. Hal ini akan relevan jika dikaitkan dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia yang saat ini kasus-kasus sengketa perbatasan wilayah menjadi perhatian publik.

1.      Analisis



Sistem adminitrasi negara berinteraksi dengan berbagai sistem lain seperti politik, ekonomi, sosial budaya, ideologi, hankam, di samping dengan ekosistem seperti faktor geografi, demografi, dan kekayaan alam.[2] Semua itu disebut sebagai faktor lingkungan atau ekologi yang mempengaruhi sebuah sistem. Lingkungan dapat mempengaruhi sebuah sistem. Jadi sistem harus berubah sesuai dengan lingkungan yang ada di suatu masyarakat maupun di suatu wilayah. Sebagai contoh lingkungan dapat mempengaruhi sistem administrasi adalah banyaknya kasus-kasus sosial di wilayah perbatasan yang membuat pemerintah mengambil sebuah keputusan untuk merubah sistem admnistrasi yang ada.

Pemerintah membuat Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, khusus untuk pengelolaan kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia. Pada tahun 2007 Departemen Pertahanan Keamanan membentuk sebuah badan Otorita Pembangunan Batas Negara Indonesia-Malaysia di Kalimantan yang bertanggungjawab kepada Presiden RI. Hal ini membuktikan bahwa lingkunganlah yang memaksa untuk merubah sebuah sistem atu menciptakan sebuah sistem baru demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam artikel yang ditulis oleh Atep Afia Hidayat (Badan Otorita Perbatasan Negara: 2011) selain menyangkut pembentukan Badan Otorita yang menangani aspek perencanaan, pengembangan dan pengawasan kawasan perbatasan, baik dalam dimensi ekonomi, sosial, pemerintahan, maupun pertahanan dan keamanan, aspek yang perlu diperhatikan lagi adalah pembangunan infrastruktur fisik, peningkatan kemampuan pertahanan, maupun berbagai stimulant ekonomi rakyat.

Menurut Marnixon, kawasan perbatasan selama ini hanya menampakkan keterbelakangan dan terisolasi, sehingga perlu ada terobosan baru dengan berbagai kebijakan khusus yang bersifat nasional, karena kawasan tersebut merupakan bangian integral dari NKRI yang menempati khusus sebagai show window bangsa.[3] Sebagian besar kawasan perbatasan Indonesia merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang terbatas. Akibatnya, wilayah perbatasan menjadi daerah yang tidak tersentuh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin, sehingga secara ekonomi wilayah ini berorientasi kepada negara tetangga.

Indonesia yang kurang memperhatikan pulau-pulau di wilayah perbatasan dapat dijadikan peluang Malaysia untuk merebut dan mengkalaim wilayah yang kurang diperhatiakn tersebut sebagai wilayah Malaysia. Salah satu buktinya adalah hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan. Menurut Said (2002) Salah satu pertimbangan Mahkamah Internasional dalam memutuskan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah soal kepedulian. Indonesia dinilai lalai dalam megelola kedua pulau itu sejak tahun 1950. Sementara Malaysia dengan berbagai trik berusaha mengelola kedua pulau itu. Diantaranya dengan membuka penangkaran penyu dan membangun motel-motel bahkan mempromosikannya. Mengomentari kekalahan tersebut Mantan Menteri Luar Negeri RI, Prof. Dr. Muladi mengatakan lepasnya kedua pulau tersebut karena Deplu RI menganggap persoalan tersebut sepele.[4]Indonesia yang kurang tanggapkah apakah Malaysia yang serakah. Yang jelas Indonesia bersikap apatis terhadap pembangunan dan pengelolaan di wilayah perbatasan.

Selama ini mungkin di wilayah perbatasan, masyarakatnya tidak terdata dalam sensus penduduk, keberadaannya sulit diketahui, atau bahkan belum memiliki Kartu Tanda Penduduk. Usaha perbaikan sistem administrasi kependudukan sangat mendesak untuk segera dilakukan. Program pemberlakuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nasional dapat dijadikan alternatif solusi. Disamping efektif karena KTP berlaku seumur hidup, program itu menjadikan setiap warga negara tidak akan pernah ganti nomor KTP walaupun dia pindah tempat tinggal di kota lain di Indonesia. Cara ini akan mempermudah mengontrol keberadaan serta status setiap WNI tetapi tidak mudah diemplementasikan. Hampir bisa dipastikan penomoran KTP dalam satu kabupaten atau kecamatan tidak akan berurutan. Hal ini tentu menyulitkan pengelolan file-file di komputer maupun pengarsipan berkas di kabupaten atau kecamatan. Program KTP nasional akan berjalan baik jika benar-benar didukung pengarsipan yang handal baik secara elektronik maupun manual.

Pengaruh administrasi negara terhadap sosial budaya dapat ditelusuri melalui program-program pembangunan sosial budaya yang dilancarkan oleh pemerintah yang diimplementasikan oleh administrasi negara.[5] Program modernisasi desa, program-program di bidang seni budaya, program pendidikan, program kesehatan dan keluarga berencana dan program-program lainnya yang telah direalisasikan di Indonesia mungkin tidak terjangkau di wilayah perbatasan. Pemerintah harus membuat program khusus untuk wilayah perbatasan yang jelas keadaan masyarakatnya jelas berbeda dengan wilayah non perbatasan.

Ternyata dampak kurangnya proses pembangunan di daerah perbatasan juga menyebabkan keterbatasan akses transportasi dan komunikasi, membuat para warga Indonesia lebih mudah untuk mengakses kemajuan di negara tetangga, membuat warga Indonesia lebih akrab dengan perkembagan politik di Malaysia daripada di Jakarta. Secara politik, jelas hal ini akan mematikan rasa nasionalisme dan tidak menutup kemungkinan munculnya gerakan separatisme dan keinginan untuk bergabung dengan Malaysia. Potensi itu mungkin saja timbul karena kesamaan suku, bahasa, adat istiadat di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia khususnya di daerah Kalimantan.

Keadaan politiknya saja digambarkan seperti itu. Apakah juga berdampak pada ideologi warga yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia? Menurut saya, Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia telah diterima secara baik oleh masyarakat di perbatasan. Hingga saat ini belum terlihat anasir-anasir yang tidak menerima atau berusaha merubah ideologi negara diseluruh wilayah perbatasan Kalimantan. Belum ada gerakan separatisme yang menjadi isu-isu di wilayah perbatasan khususnya di Kalimantan. Menurut Pamudji (1983 : 99) bahwa untuk mencegah adanya polusi ideologi asing  terhadap ideologi Nasional Pancasila dapat dilakukan melalui usaha-usaha administrasi negara melalui pelajaran moral pancasila di sekolah-sekolah (Dasar, Menengah, dan Perguruan Tinggi). Perlu adanya pembekalan ideologi Pancasila yang maksimal di daerah perbatasan agar nilai-nilai Pancasila tidak luntur dan terjajah dengan idelogi Malaysia.

Ideologi Nasional Pancasila mempunyai pengaruh terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi militer atau pertahanan dan keamanan di Indonesia.[6] Dalam bidang pertahanan dan keamanan saya rasa sangat terbatas. Apalagi keamanan pada wilayah maritim yang kurang diperhatikan oleh Indonesia. Hal ini menjadi isu nasional. Apalagi aksi pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah Batam, meski beberapa kali tertangkap oleh instansi pengaman di negeri ini tapi tetap saja Indonesia kalah karena sistem pertahanan dan keamanannya yang kurang memadai di seluruh wilayah perbatasan. Selain itu, saya melihat kondisi peralatan pengaman (Alutsista) kita sangat kurang, sehingga dengan sangat leluasa mereka masuk dan melakukan intervensi terhadap petugas kita yang jelas-jelas masih berada di teritorial wilayah Indonesia. Waktu pemerintahan Soekarno hingga saat ini yang perlu diperhatikan tidaklah pertahanan keamanan di darat saja. Keamanan di wilayah maritim juga menjadi esensi bagi pemerintah supaya tidak ada lagi pengklaiman budaya lokal, wilayah maupun pencurian sumber daya alam di wilayah kita.

Indonesia-Malaysia perlu merundingkan dan membuat sebuah sistem yang jelas dan tegas terhadap batas-batas wilayah di antara keduanya. Dengan adanya suatu aturan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua negara yang mana aturan tersebut bersifat mengikat, diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus seperti yang akhir-akhir ini terjadi dan menjadi isu publik dan merugikan salah satu negara. Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini banyak kapal malaysia yang berlayar dan mengambil ikan di perairan Indonesia secara ilegal. Sebenarnya aparat AL mengetahui bahwa kapal Malaysia sering melanggar aturan dan mengambil sumber daya laut yang ada di Indonesia, namun Indonesia tidak mampu mengejar dan menghakimi kapal Malaysia, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap keamanan maritim. Sehingga sarana serta fasilitas yang ada di pertahanan maritim Indonesia masih minim, dan jelas mempunyai kualitas yang rendah dibanding negara-negara tetangga. Padahal keamanan maritim Indonesia ini penting, kenapa saya bilang begitu? Karena sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah maritim, dua per tiga wilayah Indonesia merupakan wilayah mritim. Indonesia merupakan negara besar dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam.

Yang menjadi persoalan hingga saat ini adalah mengapa Indonesia yang mempunyai wilayah luas justru mengalami ketertinggalan? Negara tetangga yang justru mempunyai wilayah yang sempit bisa mengalami kemajuan yang signifikan dalam jangka waktu yang singkat dikarenakan, mereka lebih memperhatikan keamanan negaranya, baik keamanan yang ada di wilayah daratan maupun keamanan yang ada di wilayah maritim. Maju tidaknya suatu negara bergantung pada keamanan di negara tersebut. Mengapa saya katakan demikian? Karena dengan adanya keamanan yang menjamin maka perputan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem politik, ideologi, sistem sosial budaya yang ada di negara tersebut dan segala sesuatu yang ada di negara tersebut dapat terlaksana dengan baik dan tujuan negara yaitu mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terlaksanan dengan mudah. Demikianlah keadaan sosial atau pancagatra di daerah perbatasan yang mempengaruhi sistem administrasi negara.