Indonesia adalah negara besar dilihat dari jumlah penduduk maupun luas
wilayahnya dan jumlah pulaunya. Indonesia mempunyai penduduk lebih dari 210
juta jiwa dan mempunyai 17 ribu lebih pulau. Betapa sulitnya menjaga dan
merawat pulau sebanyak itu. Jangankan merawat memberi nama saja tidak mudah. Banyak pulau-pulau di Indonesia yang
masih belum memiliki nama. Betapapun berat tugas merawat dan
menjaga Indonesia Raya itu Pemerintah dan segenap komponen bangsa harus tetap
berkomitmen untuk melaksanakannya demi keutuhan NKRI.
Untuk menjaga keutuhan NKRI tidaklah
mudah, banyak masalah-masalah baik intern maupun ekstern dalam usaha menjaga
keutuhan NKRI.[1] Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan
yang krusial dalam NKRI karena ancaman-ancaman dapat datang dari luar dan
melalui wilayah perbatasan. Pada tahun 2002, Indonesia telah kehilangan
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang berubah status menjadi wilayah Negara
Malaysia. Tahun 2005 wilayah Ambalat, dan akhir-akhir ini pada tahun 2011 juga
dengan kasus yang sama juga yaitu persengketaan Camar Bulan, Kalimantan Barat.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya memiliki
strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin
terjadi. Namun beberapa melihat banyaknya kasus dan ancaman keamanan yang
terjadi di wilayah perbatasan negara, seperti sengketa perbatasan,
penyelundupan dan pelanggaran kedaulatan, tampaknya terdapat sejumlah persoalan
di sana. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan negara hanya menjadi
salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama dalam hal mempengaruhi
kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki wilayah
berbatasan langsung. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak masalah-masalah
sosial lain yaitu keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, ideologi, pertahanan
dan keamanan. Atau disingkat dengan Pancagatra.
Dalam mini paper ini akan menganalisa tinjauan keadaan
Pancagatra yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia secara detail. Hal
ini akan relevan jika dikaitkan dengan Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia yang saat ini kasus-kasus sengketa perbatasan wilayah menjadi
perhatian publik.
1. Analisis
Sistem
adminitrasi negara berinteraksi dengan berbagai sistem lain seperti politik,
ekonomi, sosial budaya, ideologi, hankam, di samping dengan ekosistem seperti
faktor geografi, demografi, dan kekayaan alam.[2] Semua itu disebut sebagai faktor
lingkungan atau ekologi yang mempengaruhi sebuah sistem. Lingkungan dapat
mempengaruhi sebuah sistem. Jadi sistem harus berubah sesuai dengan
lingkungan yang ada di suatu masyarakat maupun di suatu wilayah. Sebagai contoh
lingkungan dapat mempengaruhi sistem administrasi adalah banyaknya kasus-kasus
sosial di wilayah perbatasan yang membuat pemerintah mengambil sebuah keputusan
untuk merubah sistem admnistrasi yang ada.
Pemerintah
membuat Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, khusus untuk pengelolaan kawasan
perbatasan Indonesia-Malaysia. Pada tahun 2007 Departemen Pertahanan Keamanan
membentuk sebuah badan Otorita Pembangunan Batas Negara Indonesia-Malaysia di
Kalimantan yang bertanggungjawab kepada Presiden RI. Hal ini membuktikan bahwa
lingkunganlah yang memaksa untuk merubah sebuah sistem atu menciptakan sebuah
sistem baru demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam
artikel yang ditulis oleh Atep Afia Hidayat (Badan Otorita Perbatasan Negara:
2011) selain menyangkut pembentukan Badan Otorita yang menangani aspek
perencanaan, pengembangan dan pengawasan kawasan perbatasan, baik dalam dimensi
ekonomi, sosial, pemerintahan, maupun pertahanan dan keamanan, aspek yang perlu
diperhatikan lagi adalah pembangunan infrastruktur fisik, peningkatan kemampuan
pertahanan, maupun berbagai stimulant ekonomi rakyat.
Menurut
Marnixon, kawasan perbatasan selama ini hanya menampakkan keterbelakangan dan
terisolasi, sehingga perlu ada terobosan baru dengan berbagai kebijakan khusus
yang bersifat nasional, karena kawasan tersebut merupakan bangian integral dari
NKRI yang menempati khusus sebagai show window bangsa.[3] Sebagian besar kawasan
perbatasan Indonesia merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi yang terbatas.
Akibatnya, wilayah perbatasan menjadi daerah yang tidak tersentuh dinamika
pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin, sehingga secara ekonomi wilayah
ini berorientasi kepada negara tetangga.
Indonesia
yang kurang memperhatikan pulau-pulau di wilayah perbatasan dapat dijadikan
peluang Malaysia untuk merebut dan mengkalaim wilayah yang kurang diperhatiakn
tersebut sebagai wilayah Malaysia. Salah satu buktinya adalah hilangnya Pulau
Sipadan dan Ligitan. Menurut Said (2002) Salah satu pertimbangan Mahkamah
Internasional dalam memutuskan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah soal
kepedulian. Indonesia dinilai lalai dalam megelola kedua pulau itu sejak tahun 1950.
Sementara Malaysia dengan berbagai trik berusaha mengelola kedua pulau itu.
Diantaranya dengan membuka penangkaran penyu dan membangun motel-motel bahkan
mempromosikannya. Mengomentari kekalahan tersebut Mantan Menteri Luar Negeri
RI, Prof. Dr. Muladi mengatakan lepasnya kedua pulau tersebut karena Deplu RI
menganggap persoalan tersebut sepele.[4]Indonesia yang kurang tanggapkah apakah Malaysia
yang serakah. Yang jelas Indonesia bersikap apatis terhadap pembangunan dan
pengelolaan di wilayah perbatasan.
Selama ini
mungkin di wilayah perbatasan, masyarakatnya tidak terdata dalam sensus
penduduk, keberadaannya sulit diketahui, atau bahkan belum memiliki Kartu Tanda
Penduduk. Usaha perbaikan sistem administrasi kependudukan sangat mendesak untuk segera dilakukan.
Program pemberlakuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nasional dapat dijadikan
alternatif solusi. Disamping efektif karena KTP berlaku seumur hidup, program
itu menjadikan setiap warga negara tidak akan pernah ganti nomor KTP walaupun
dia pindah tempat tinggal di kota lain di Indonesia. Cara ini akan mempermudah
mengontrol keberadaan serta status setiap WNI tetapi tidak mudah
diemplementasikan. Hampir bisa dipastikan penomoran KTP dalam satu kabupaten
atau kecamatan tidak akan berurutan. Hal ini tentu menyulitkan pengelolan file-file
di komputer maupun pengarsipan berkas di kabupaten atau kecamatan. Program KTP
nasional akan berjalan baik jika benar-benar didukung pengarsipan yang handal
baik secara elektronik maupun manual.
Pengaruh
administrasi negara terhadap sosial budaya dapat ditelusuri melalui
program-program pembangunan sosial budaya yang dilancarkan oleh pemerintah yang
diimplementasikan oleh administrasi negara.[5] Program modernisasi desa,
program-program di bidang seni budaya, program pendidikan, program kesehatan dan
keluarga berencana dan program-program lainnya yang telah direalisasikan di
Indonesia mungkin tidak terjangkau di wilayah perbatasan. Pemerintah harus
membuat program khusus untuk wilayah perbatasan yang jelas keadaan
masyarakatnya jelas berbeda dengan wilayah non perbatasan.
Ternyata
dampak kurangnya proses pembangunan di daerah perbatasan juga menyebabkan
keterbatasan akses transportasi dan komunikasi, membuat para warga Indonesia
lebih mudah untuk mengakses kemajuan di negara tetangga, membuat warga Indonesia
lebih akrab dengan perkembagan politik di Malaysia daripada di Jakarta. Secara
politik, jelas hal ini akan mematikan rasa nasionalisme dan tidak menutup
kemungkinan munculnya gerakan separatisme dan keinginan untuk bergabung dengan
Malaysia. Potensi itu mungkin saja timbul karena kesamaan suku, bahasa, adat
istiadat di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia khususnya di daerah
Kalimantan.
Keadaan
politiknya saja digambarkan seperti itu. Apakah juga berdampak pada ideologi
warga yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia? Menurut saya,
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia telah diterima
secara baik oleh masyarakat di perbatasan. Hingga saat ini belum terlihat
anasir-anasir yang tidak menerima atau berusaha merubah ideologi negara
diseluruh wilayah perbatasan Kalimantan. Belum ada gerakan separatisme yang
menjadi isu-isu di wilayah perbatasan khususnya di Kalimantan. Menurut Pamudji
(1983 : 99) bahwa untuk mencegah adanya polusi ideologi asing terhadap
ideologi Nasional Pancasila dapat dilakukan melalui usaha-usaha administrasi
negara melalui pelajaran moral pancasila di sekolah-sekolah (Dasar, Menengah,
dan Perguruan Tinggi). Perlu adanya pembekalan ideologi Pancasila yang maksimal
di daerah perbatasan agar nilai-nilai Pancasila tidak luntur dan terjajah
dengan idelogi Malaysia.
Ideologi
Nasional Pancasila mempunyai pengaruh terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi
militer atau pertahanan dan keamanan di Indonesia.[6] Dalam bidang pertahanan dan
keamanan saya rasa sangat terbatas. Apalagi keamanan pada wilayah maritim
yang kurang diperhatikan oleh Indonesia. Hal ini menjadi isu nasional. Apalagi
aksi pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah Batam, meski beberapa kali
tertangkap oleh instansi pengaman di negeri ini tapi tetap saja Indonesia kalah
karena sistem pertahanan dan keamanannya yang kurang memadai di seluruh wilayah
perbatasan. Selain itu, saya melihat kondisi peralatan pengaman (Alutsista)
kita sangat kurang, sehingga dengan sangat leluasa mereka masuk dan melakukan
intervensi terhadap petugas kita yang jelas-jelas masih berada di teritorial
wilayah Indonesia. Waktu pemerintahan Soekarno hingga saat ini yang perlu
diperhatikan tidaklah pertahanan keamanan di darat saja. Keamanan di wilayah
maritim juga menjadi esensi bagi pemerintah supaya tidak ada lagi pengklaiman
budaya lokal, wilayah maupun pencurian sumber daya alam di wilayah kita.
Indonesia-Malaysia
perlu merundingkan dan membuat sebuah sistem yang jelas dan tegas terhadap
batas-batas wilayah di antara keduanya. Dengan adanya suatu aturan yang telah
disepakati dan disetujui oleh kedua negara yang mana aturan tersebut bersifat
mengikat, diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus seperti yang akhir-akhir ini
terjadi dan menjadi isu publik dan merugikan salah satu negara. Seperti yang
kita ketahui, akhir-akhir ini banyak kapal malaysia yang berlayar dan mengambil
ikan di perairan Indonesia secara ilegal. Sebenarnya aparat AL mengetahui bahwa
kapal Malaysia sering melanggar aturan dan mengambil sumber daya laut yang ada
di Indonesia, namun Indonesia tidak mampu mengejar dan menghakimi kapal
Malaysia, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah Indonesia
terhadap keamanan maritim. Sehingga sarana serta fasilitas yang ada di
pertahanan maritim Indonesia masih minim, dan jelas mempunyai kualitas yang
rendah dibanding negara-negara tetangga. Padahal keamanan maritim Indonesia ini
penting, kenapa saya bilang begitu? Karena sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan wilayah maritim, dua per tiga wilayah Indonesia merupakan wilayah
mritim. Indonesia merupakan negara besar dibanding negara tetangga seperti
Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam.
Yang menjadi
persoalan hingga saat ini adalah mengapa Indonesia yang mempunyai wilayah luas
justru mengalami ketertinggalan? Negara tetangga yang justru mempunyai wilayah
yang sempit bisa mengalami kemajuan yang signifikan dalam jangka waktu yang
singkat dikarenakan, mereka lebih memperhatikan keamanan negaranya, baik
keamanan yang ada di wilayah daratan maupun keamanan yang ada di wilayah
maritim. Maju tidaknya suatu negara bergantung pada keamanan di negara
tersebut. Mengapa saya katakan demikian? Karena dengan adanya keamanan yang
menjamin maka perputan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem politik,
ideologi, sistem sosial budaya yang ada di negara tersebut dan segala sesuatu
yang ada di negara tersebut dapat terlaksana dengan baik dan tujuan negara
yaitu mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat
terlaksanan dengan mudah. Demikianlah keadaan sosial atau pancagatra di daerah
perbatasan yang mempengaruhi sistem administrasi negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar